Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus berinovasi dalam upaya modernisasi sistem perpajakan di Indonesia. Salah satu langkah signifikan terbaru adalah penerbitan PER-11/PJ/2025. Peraturan ini menjadi tonggak penting dalam kelanjutan transformasi digital sistem perpajakan berbasis Coretax, dengan tujuan utama menyelaraskan aplikasi e-Faktur ke dalam sistem Coretax DJP yang terintegrasi. PER-11/PJ/2025 membawa pembaruan krusial terkait batas waktu unggah, format, penomoran, serta skema relaksasi bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Regulasi ini menegaskan bahwa setiap faktur pajak wajib dilengkapi dan diunggah secara otomatis melalui modul resmi yang disediakan, sebuah langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi, akurasi, dan keamanan administrasi perpajakan di Indonesia.
Perbedaan Utama dengan Aturan Sebelumnya
PER-11/PJ/2025 membawa sejumlah perbedaan fundamental dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, yaitu PER-03/PJ/2022 dan PER-11/PJ/2022. Beberapa perbedaan kunci tersebut meliputi:
| Fitur | PER-03/PJ/2022, PER-11/PJ/2022 dan aturan pajak sebelumnya | PER-11/PJ/2025 |
| Aplikasi yang Digunakan | Aplikasi e-Faktur | Modul e-Faktur dalam Coretax DJP |
| Syarat PKP Dapat Membuat e-Faktur | Memiliki Sertifikat elektronik, akun PKP yang telah diaktivasi dan Nomor Seri Faktur Pajak yang sudah diberikan oleh DJP lewat aplikasi e-Nofa | Memiliki Sertifikat elektronik/kode otorisasi dan akses pembuatan Faktur Pajak dalam website coretax |
| Alamat Tempat Kegiatan Usaha | Tidak diatur secara spesifik tentang perbedaan antara tempat kedudukan usaha dengan tempat kegiatan usaha | Wajib Pajak bisa memilih untuk menggunakan tempat kedudukan usaha atau tempat kegiatan usaha. Kecuali, pada transaksi penyerahan BKP/JKP didaerah atau wilayah dengan fasilitas tertentu wajib menggunakan tempat kegiatan usaha |
| Kode Transaksi | Kode Transaksi 06 untuk Penyerahan Lainnya | Kode 06 menjadi Dipakai saat PKP melakukan penyerahan BKP kepada turis asing melalui toko retail yang ikut dalam skema pengembalian PPN (VAT Refund for Tourist).
Penambahan kode transaksi 10 untuk penyerahan lainnya yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh PKP yang melakukan |
| Kode Status | Kode status untuk Faktur Pajak Pengganti sebanyak 1 digit | Kode status untuk Faktur Pajak Pengganti sebanyak 2 Digit |
| Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) | Diberikan DJP melalui permintaan oleh PKP | Diberikan secara otomatis by system pada saat e-Faktur diunggah ke Coretax |
| Batas Waktu Unggah Faktur Pajak | Paling lambat tanggal 15 | Paling lambat tanggal 20 |
| Faktur Pajak untuk Toko Retail | Faktur Pajak Digunggung diisi manual pada SPT PPN di dalam aplikasi e-Faktur | Faktur Pajak digunggung di import menggunakan format xml di dalam e-Faktur Sistem Coretax |
| Pemberitahuan Ekspor BKPTB/JKP | Dibuat secara manual oleh PKP di luar sistem DJP | Membuat Pemberitahuan Ekspor BKPTB dan JKP menggunakan modul e-Faktur dalam Coretax DJP |
| Kesalahan Pengisian Identitas Pembeli | Tidak diatur | Tidak dapat dibuat FP Pengganti, tetapi FP harus dilakukan pembatalan dan ditindaklanjuti dengan pembuatan FP baru yang mencantumkan identitas Pembeli yang benar |
| Faktur Pajak Pengganti Pasca Nota Retur/Pembatalan | Tidak diatur | FP Pengganti dibuat dengan memperhitungkan nota retur/pembatalan (nilai neto), dan retur BKP/pembatalan JKP dianggap tidak terjadi |
Risiko yang Dihadapi Wajib Pajak
Perubahan ini juga membawa beberapa risiko yang perlu diwaspadai oleh PKP:
- Sanksi Administrasi karena Unggah Terlambat: Jika e-Faktur tidak diunggah sebelum tanggal 20 bulan berikutnya, faktur dianggap tidak sah, tidak dapat dikreditkan atau dilaporkan, dan berpotensi menimbulkan sanksi administrasi sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
- Faktur Tidak Lengkap atau Salah Kode Transaksi: Kesalahan dalam format, kelengkapan data, atau penggunaan kode transaksi (misalnya, kode 04 versus kode 01 dengan tarif efektif PPN 11% via perhitungan DPP) dapat menyebabkan faktur ditolak dan dikenai denda 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
- Risiko Teknis & Gangguan Sistem: Dikarenakan Sistem Coretax baru beroperasi, Wajib Pajak harus waspada karena ada risiko teknis dan gangguan sistem. Adanya risiko keterlambatan pembayaran dan lapor karena gangguan system ini memiliki potensi dikenakan sanksi administrasi.
Apa yang Harus Dilakukan Wajib Pajak
Untuk memastikan kepatuhan dan meminimalkan risiko, PKP disarankan untuk mengambil langkah-langkah berikut:
- Perbarui SOP & Sistem Internal: Pastikan tim akuntansi/pajak memahami penyesuaian batas waktu unggah menjadi tanggal 20 dan proses input NSFP otomatis. Lakukan pelatihan internal dan pembaruan Standar Operasional Prosedur (SOP).
- Cek Data Faktur: Lakukan pengujian internal untuk memastikan kode transaksi, format data, dan tanda tangan elektronik sudah benar. Verifikasi penggunaan kode 04 untuk tarif efektif PPN 11% jika diperlukan.
- Tangani Gangguan Sistem: Jika terjadi kegagalan sistem, dokumentasikan secara rinci (tangkapan layar, tanggal, stempel waktu) sebagai bukti untuk dilaporkan kepada DJP sebagai alasan keterlambatan.
- Konsultasi ke Konsultan Pajak / DJP: Apabila menemui ketidakpastian, terutama terkait format, kode, atau tarif efektif, segera konsultasikan dengan konsultan pajak atau DJP untuk mendapatkan kepastian dari sumber resmi atau profesional terpercaya.
Secara keseluruhan, PER-11/PJ/2025 merupakan terobosan penting yang dirancang untuk menyempurnakan sistem e-Faktur dalam kerangka Coretax DJP. Perubahan utama, seperti pergeseran batas unggah ke tanggal 20, otomatisasi NSFP, penegasan kode transaksi, relaksasi masa transisi, dan bertujuan untuk memperkuat digitalisasi administrasi pajak. Namun, suksesnya implementasi peraturan ini sangat bergantung pada kesiapan PKP, baik dari segi teknis, proses, maupun sumber daya manusia. Oleh karena itu, PKP harus senantiasa memantau pembaruan dari DJP dan melakukan verifikasi internal secara berkala agar penggunaan e-Faktur berjalan lancar dan terhindar dari sanksi.




